MK Mencabut Larangan Pernikahan Sekantor : Berita Baik atau Buruk?

Barusan seorang rekan media menanyakan pendapat saya tentang putusan MK terbaru yang menggugurkan Pasal 153 Ayat 1 Huruf F pada UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang melarang adanya pernikahan karyawan sekantor.

Putusan ini final melalui sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Kamis 14 Desember kemarin. Sehingga, kini karyawan sekantor boleh menikah, dan perusahaan tidak bisa melarang apalagi melakukan tindakan PHK. Apakah ini berita Baik?

Saya hanya memberikan pandangan ke rekan media yang bertanya kepada saya. Misalnya, sepasang suami isteri bekerja di kantor yang sama. Sang isteri adalah kepala bagian Sumber Daya Manusia sementara Suami bekerja di bagian penjualan. Namun, performa suami di bagian penjualan dinilai kurang dan bahkan buruk, sehingga perusahaan terpaksa mengambil langkah drastis untuk melakukan PHK. Siapa yang melakukan PHK? Sang isteri tentunya. Nah, kira-kira bagaimana? Bagaimana itu nasib rumah tangga mereka? Sang suami di PHK oleh isteri?

Atau contoh lain, sang suami bekerja di bagian pemasaran dan Isteri bekerja di bagian keuangan. Pemasaran banyak melakukan proyek yang melibatkan uang perusahaan dalam jumlah besar. Posisi ini memang rentan korupsi, sementara siapa yang melakukan approval terhadap pengeluaran tersebut? Bagian keuangan tentunya. Walaupun, katakan mereka bisa profesional, tetap buat saya ini ribet.

Terus terang, hal-hal seperti ini buat saya membuat masalah menjadi ribet dan mengganggu fokus perusahaan. Kalau bisa dihindari lebih baik. Terlalu sadis? Bukankah jatuh cinta itu adalah hak asasi manusia? Saya kok langsung membayangkan salah satu karyawan saya yang lebay sedang berdebat dengan saya? Ini bukan masalah hak asasi sih. Tapi lebih bagaimana kita bisa menjaga profesionalitas. Manusia itu adalah mahluk emosional. Sulit melepaskan emosi dalam kasus diatas.

Jadi, menurut saya kalau dilihat dari kacamata pengusaha, tentu saja keputusan MK ini bukan hal yang baik karena memiliki potensi untuk membuat ketidakharmonisan dalam urusan pekerjaan. Belum lagi jika (misalnya) pasangan tersebut sedang ada masalah di rumah. Sementara, mereka tetap bertemu dan bekerja bersama di kantor. Gimana coba? Duh, saya sulit bayanginnya.

Tapi, tentunya di mata karyawan ini adalah hal yang baik. Langsung bayangin karyawan saya yang lebay komen lagi, “ini hari kemerdekaan untuk cinta dan hak asasi manusia.”

Apapunlah, keputusan MK tetap harus dihormati. Jadi, ya ini lebih PR buat pengusaha. Bagaimana mensikapinya? Bukan hal yang mudah. Selamat berpikir para pengusaha dan profesional HR.

(Dino)

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.