Pemutusan hubungan kerja atau PHK adalah keputusan terberat yang (kadang) harus diambil oleh perusahaan. Bahasa kerennya: rasionalisasi. Alasannya sangat beragam, bisa dari kondisi ekonomi hingga politik suatu negara, atau bahkan kondisi perusahaannya sendiri yang tidak sanggup menghadapi kompetisi lokal.
Ford Motor Indonesia belum lama ini, tepatnya 25 Januari 2016, memutuskan untuk hengkang dari Indonesia. Mengejutkan? Tidak juga.
Tahun lalu bisa jadi tahun yang buruk bagi Ford di Indonesia dengan penurunan penjualan hampir sebesar 50%; menjadikan share mereka hanya sebesar 0,6%. Selain itu, anjloknya bisnis batu bara dan mineral tiga tahun terakhir tentunya juga berdampak pada penjualan unit Ford yang sempat terkenal dengan Double Cab-nya. Dealer Ford di Kalimantan sempat merasakan penjualan yang tinggi ketika bisnis batu bara masih terasa manis.
Jadi, mundurnya Ford dari Indonesia merupakan sebuah keputusan bisnis yang bisa dimaklumi. Mengapa dipertahankan kalau memang tidak profit? Bisnis ujung-ujungnya ya itu… menghasilkan profit.
Lantas bagaimana nasib para pelanggan setia Ford di Indonesia? Analisa saya, yang berubah dari Ford Motor Indonesia hanyalah struktur pendistribusiannya saja. Jika sebelumnya melalui principal, yakni Ford Motor Indonesia, bisa jadi nantinya langsung ke dealership-nya. Dengan kata lain, yang hengkang hanya principal-nya saja. Brand-nya tetap ada.
Sudah sejak awal tahun 2000, Ford diproduksi di Thailand untuk memenuhi permintaan pasar di negara-negara ASEAN dan sekitarnya. Nah, dengan semakin terbukanya pasar ASEAN melalui MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), kehadiran principal di Indonesia mungkin dirasa sebagai sebuah bentuk pemborosan, karena dealer bisa dengan mudah mengimpor langsung dari Thailand. Tapi ini hanya analisa saya saja ya. Saya bisa salah.
Analisa saya yang lain… menurut saya, penanganan Public Relation pihak Ford Motor Indonesia bisa dibilang cukup buruk karena berita yang disampaikan ke publik sangat negatif dan seperti tidak memberikan harapan bagi para pengguna Ford yang jumlahnya tidak sedikit di Indonesia. Terlebih, pimpinan tertinggi Ford Motor Indonesia juga tidak bisa dihubungi atau dimintai konfirmasi oleh pihak media. Seharusnya seorang pemimpin tertinggi tetap bisa memberikan transparansi kepada publik, dan yang perlu diingat, sudah banyak pelanggan Ford di Indonesia, jadi tidak bisa lari begitu saja.
Sebelum berita Ford, saya juga mendengar keputusan rasionalisasi dari principal perangkat telekomunikasi (handphone) asal Jepang. Walaupun saya yakin akan kebenaran berita ini, sayangnya saya belum bisa menyebut mereknya karena belum ada pernyataan resmi. Perusahaan ini akan mengurangi 75% karyawannya sebagai tahap pertama. Saya pun langsung menyelamati salah satu petinggi perusahaan tersebut, “Selamat ya dapat pesangon besar.” Ia pun menjawab dengan sebuah emoticon senyum.
Selain Ford dan perusahaan telekomunikasi ini, saya juga tau persis beberapa perusahaan yang mulai mengurangi jumlah karyawannya sebagai bagian dari rasionaliasi. Sebuah perusahaan besar dan terkemuka dari Amerika (lagi) yang bergerak di bidang oil and gas juga akan secara bertahap mengurangi jumlah karyawannya di Indonesia. Tahap pertama sebesar 25%. Hal ini merupakan antisipasi yang mereka lakukan terhadap anjloknya harga minyak dunia — terakhir saat saya menulis artikel ini berada pada kisaran 28 USD. Dengan nilai segitu, semakin memproduksi ya malah semakin rugi. Yang masih bisa tersenyum hanya Arab Saudi yang memiliki nilai produksi masih di bawah 20 USD per barel.
Gelombang oil and gas ini sudah ada sejak tahun lalu. Bahkan semua kontrak yang sudah deal dengan SKK Migas banyak yang direvisi kembali. Salah satu perusahaan penyedia alat berat untuk industri mining juga belum lama ini menyediakan opsi pensiun dini bagi karyawannya yang telah berkarya minimal 13 tahun.
Sementara itu, ada juga bank asing yang akan hengkang dari Indonesia tahun ini. Bank ini memang secara ukuran operasional di Indonesia tidak besar, dan desakan krisis ekonomi Eropa memaksa mereka mengambil keputusan pahit yang sama. Salah satu bank asing lainnya juga mulai mengurangi karyawannya secara bertahap — banyak yang hijrah ke bank lain secara bersama-sama, atau istilah saya “bedol desa,” hijrah ke bank lokal seperti Niaga.
Saya sendiri pernah menjadi korban rasionalisasi, namun bukan karena kondisi ekonomi. Saat itu lebih karena kurangnya komitmen para pemegang saham; yang membuat pahitnya lebih terasa. Lantas, apa yang saya lakukan ketika menerima berita rasionalisasi?
Berikut delapan langkah taktis dari saya:
- Segera diskusikan dengan pasangan Anda. Walau berita ini pahit untuk didengar, namun pasangan Anda berhak mendengarnya langsung dari Anda. In good and in bad, kan?
- Menata ulang segala pengeluaran bulanan Anda. Review dan analisa pengeluaran Anda. Hentikan pengeluaran yang tidak perlu dan kurangi konsumsi yang tidak penting. Fokus kepada pengeluaran yang sifatnya krusial seperti uang sekolah anak. Nanti-nanti saja kalau mau beli Harley atau Porsche.
- Pastikan Anda mendapatkan hak Anda sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003. Jangan menolak kalau diberi lebih.
- Putuskan langkah selanjutnya.Ini adalah saat yang tepat untuk menghubungi headhunter Karir.com memiliki divisi Headhunter atau Executive Search dengan nama brand Next Career. Cari tau dengan segera opportunity lowongan kerja yang ada di pasar saat ini; hal ini penting jika memang Anda memutuskan untuk kembali bekerja. Segera email ke viany@karir.com.
- Jika Anda memutuskan untuk berbisnis, lihat kembali poin 2 dan pastikan Anda memiliki modal yang cukup untuk hidup selama setidaknya enam bulan ke depan. Mengapa enam bulan? Karena pada umumnya selama enam bulan ke depan, Anda tidak akan menerima pemasukan saat memutuskan berbisnis.
- Keputusan untuk kembali bekerja atau mulai berbisnis harus segera diambil karena akan menentukan langkah Anda selanjutnya. Jangan terlalu lama mengaOtak juga jadi tumpul.
- Jaga kesehatan Anda, jangan dibawa Kenapa juga dibawa stres? Bukan perusahaan Anda, kan?
- Terakhir, daftarkan profil Anda di karir.com. Dengan mendaftar dan melengkapi resume, Anda akan menerima email secara berkala mengenai kesempatan yang ada sesuai dengan kompetensi dan pengalaman Anda.
Jangan berlarut-larut dalam kesedihan saat menghadapi rasionalisasi. Saya pernah mengalami ini, dan tetap tegar adalah pilihan satu-satunya. Waktu saya terkena rasionalisasi, lagu yang nge–top adalah “Jangan Menyerah” milik D’Masiv. Pas banget… “Syukuri apa yang ada… Hidup adalah anugerah. Tetap jalani hidup ini… Melakukan yang terbaik.”
You must be logged in to post a comment.