Tips HR

Work or Life? Or Work-life Balance?

Pinterest LinkedIn Tumblr

Apakah Anda sering merasa pekerjaan dan kehidupan pribadi Anda seperti di luar kendali? Tuntutan pekerjaan yang begitu menyita waktu, pikiran dan tenaga, belum lagi ketika sampai di rumah harus menghadapi tuntutan keluarga?

Padahal kita bekerja hanya 40 jam per minggu. Sepertinya wajar. Praktek yang sudah umum dilaksanakan di Indonesia. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan jam kerja maksimal 40 jam per minggu, yang diatur dalam dua sistem, yaitu: tujuh jam kerja sehari untuk enam hari kerja, atau delapan jam kerja sehari untuk lima hari kerja. Peraturan yang sama berlaku secara global.

Namun mengapa pada prakteknya, banyak profesional dan karyawan yang mengeluh tidak memiliki cukup banyak waktu untuk menyeimbangkan antara  tanggung jawab pekerjaan dan tanggung pribadi (dalam keluarga terutama). Kita sering kali hanya fokus untuk mengefisienkan waktu kerja di kantor setiap hari, tapi melupakan kenyataan bahwa banyak karyawan yang membutuhkan waktu yang lama untuk berangkat ke kantor (long commutes), koneksi dengan email yang terus-menerus dan juga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan setelah jam kerja.

Banyak sekali kisah dan keluhan, terutama di kota metropolitan, tentang pengorbanan waktu personal untuk menghadapi macet saat berangkat atau pulang kerja, harus bertemu dengan klien atau mengerjakan pekerjaan di rumah karena deadline sudah mendesak. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi kehidupan personal dalam keluarga dan lingkup pribadi seperti tugas rumah tangga, berolahraga, bertemu dengan teman ataupun sekedar menghidangkan makan malam.

Belum banyak perusahaan di Indonesia yang melihat ketidakseimbangan antara work and life sebagai isu. Namun dengan perkembangan jaman dan teknologi yang cukup pesat, Generasi Milenial (Gen Y) sudah mulai sadar akan isu ini, terutama bagi  mereka yang hidup di kota metropolitan seperti Jakarta. Kepentingan personal dan keluarga sering konflik dengan tuntutan pekerjaan dan profesional. Alhasil banyak orang merasa bahwa hidup berjalan di luar kontrol mereka. Kondisi burn-out dan tingkat turnover yang tinggi menjadi salah satu akibat dari ketidakseimbangan antara work dan life.

Read :  Keuntungan Menggunakan Job Portal Untuk Mencari Kerja 2022

Bagi perusahaan, isu ini menjadi penting ketika ketidakseimbangan work dan life menyebabkan turunnya produktivitas dan efisiensi kerja karyawan. Menurut hasil penelitian the American Sociological Review yang dibiayai oleh the National Institutes of Health and the  Centers for Disease Control and Prevention (sumber: Harvard Business Review), konflik antara pekerjaan dan keluarga tidak sepenuhnya merupakan masalah individual namun juga bisa diselesaikan secara sistematis dengan sedikit manajemen kepemimpinan dalam perusahaan. Maka, HR harus mulai memperhatikan isu ini baik untuk diri sendiri maupun untuk perusahaan. Komitmen untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi harus dimulai dari dua belah pihak.

 

Apa sih keuntungan work-life balance?

Kalau dari pribadi, dengan adanya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan personal, bisa mendatangkan banyak keuntungan untuk diri sendiri seperti, menurunkan work-life stress yang akan berdampak pada kesehatan fisik  dan mental seperti penurunan tekanan darah tinggi, mendapatkan tidur yang berkualitas, dan menurunnya konsumsi alkohol maupun rokok. Tak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga bisa berdampak memperbaiki hubungan dengan pasangan dan juga hubungan dengan anak (atau keluarga).

Kalau dari sisi perusahaan, keuntungan yang didapatkan adalah meningkatnya trust atau kepercayaan karyawan pada perusahaan, meningkatnya produktivitas dan efektivitas kerja karyawan, dan meningkatnya loyalitas karyawan pada perusahaan. Dengan adanya work-life balance, kecenderungan karyawan untuk burn-out akan berkurang dan hasilnya, angka turn-over pun menurun. Dengan keuntungan-keuntungan ini, selayaknya isu work-life balance perlu diperhatikan secara khusus oleh HR.

 

Lalu apa peran HR?

HR bisa melakukan langkah untuk mendorong perkembangan budaya yang mengutamakan respect dan trust dalam perusahaan. Menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui kebutuhan karyawan yang berbeda-beda dan mengadopsi pendekatan-pendekatan HR yang bisa mendorong keberhasilan work-life balance karyawan dalam perusahaan. Anda bisa mencoba menggunakan “employee engagement survey” atau survei simpel untuk menanyakan feedback karyawan. Setelah Anda mengetahui kebutuhan karyawan-karyawan Anda, Anda bisa mulai memetakan kebutuhan mana yang bisa Anda penuhi dan selaras dengan tujuan perusahaan. Inisiatif sederhana seperti adanya ruangan menyusui, jam kerja yang lebih fleksibel bagi para orang tua, tersedianya makan siang dari perusahaan, atau sesederhana pantry untuk karyawan bisa menjadi awalan bagus untuk menunjukkan bahwa perusahaan peduli pada karyawan dan ingin mereka mendapatkan work-life balance.

Read :  6 Strategi Membangun dan Memelihara Talent Pool

The ultimate goal is for companies to have a specific work-life balance strategies that work for your company. But don’t feel bad, you can start with a baby step.

Pada akhirnya, yang terpenting adalah perubahan paradigma di jajaran manajemen perusahaan mengenai work-life balance. Isu ini memang relatif baru di Indonesia, namun bukan berarti Anda sebagai HR tidak bisa menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif, baik bagi diri Anda sendiri maupun bagi perusahaan. Karena isu work-life balance bukanlah isu yang dihadapi oleh si karyawan seorang diri namun sudah mulai menjadi tanggung jawab perusahaan juga untuk mencari solusi agar work-life balance bisa terwujud.

Sumber: hrmasia.com, shrm.org, insidehr.com.au, hbc.org, entrepreneur.com

Temukan artikel HR lainnya di majalah triwulan Karir.com: The Good HR #1

0 0 votes
Article Rating
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca Juga : Work or Life? Or Work-life Balance? […]